Rabu, 2008 Desember 03
Melihat Penyakit Melalui Gigi
Meropong Penyakit Melalui Gigi
Tahukah Anda bahwa gejala awal penyakit diabetes, jantung, atau leukemia, bisa diketahui lewat kondisi gigi dan mulut. Jika mata bisa mengungkapkan isi hati seseorang, mulut juga bisa buka rahasia. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), drg H Emmyr F Moeis, MARS mengatakan, kondisi gigi dan mulut bisa mengungkapkan gejala-gejala awal penyakit berbahaya bahkan sampai memprediksi kelahiran prematur.
Menurut Emmyr F Moeis, salah satu tanda gejala diabetes adalah penyakit gigi dan gusi yang berlebihan. Penderita diabetes cenderung memiliki penyakit mulut 3-4 kali lebih sering ketimbang orang yang tidak mengidap diabetes. Penderita diabetes umumnya mudah terluka saat menyikat gigi atau menggunakan benang pembersih gigi. Gigi penderita diabetes juga umumnya mengalami abses.
Hal itu bisa terjadi karena penderita diabetes umumnya mengalami kerusakan sel darah putih. Padahal sel darah putih sangat diperlukan untuk melawan bakteri penyebab infeksi di mulut. Selain masalah gusi, diabetes juga mengakibatkan mulut kering, sariawan, dan mulut panas.
Bau mulut seseorang juga bisa mengungkapkan apakah seseorang memiliki kecenderungan gula darah tinggi. Bau tersebut biasa disebut acetone breath bau manis yang dapat segera dikenali dokter gigi sebagai tanda-tanda seseorang mengidap diabetes.
Lain lagi dengan bau mulut tak sedap penderita diabetes, bau mulut yang berbeda juga dapat mengindikasikan seseorang sedang mengalami infeksi hidung, mulut, paru-paru, atau perut.
Penelitian yang dilakukan American Dental Association sebagaimana dilansir Webmd, menyebutkan, osteoporosis atau penyakit rapuh tulang dan tanggalnya gigi sangat berhubungan. Jika seseorang mengalami Osteoporosis maka ia mengalami penurunan kepadatan tulang. Akibatkan terjadi cedera pada pinggul dan beberapa bagian tubuh lainnya yang disanggah tulang. Proses ini juga mempengaruhi kokohnya rahang dan gigi.
Pada wanita, ada tiga empat momen di mana seseorang lebih berisiko terhadap penyakit mulut. Pertama, saat setelah menopause, ketika masa puber, pada saat hamil, dan sekitar masa menstruasi setiap bulannya. Pada masa-masa itu, hormon tertentu akan meningkat sehingga memicu proses-proses peradangan dan membuat mulut lebih rentan terhadap bakteri.
Ditemukannya terapi estrogen bisa membantu mengatasi masalah ini. Terapi ini bisa membantu mengurangi tingkat kerapuhan gigi dan radang gusi.
Penelitian terbaru membandingkan kesehatan mulut 256 pasien jantung dewasa dengan 250 pasien lain tanpa penyakit jantung. Hasilnya, salah satu penanda awal sakit jantung adalah pericoronitis atau infeksi gusi di sekitar gigi geraham. Biasanya gigi akan membusuk sehingga hanya menyisakan ujung kecil di akarnya. Pastinya penyakit ini juga disertai radang gusi, radang lainnya di mulut, dan tanggalnya gigi.
Hal itu diduga karena bakteri yang ditemukan di mulut merupakan bakteri yang sama sebagai penyebab atherosclerotic plaque (kelainan pada pembuluh darah yang disertai plak dan tidak elastis) yang berhubungan dengan penyakit jantung.
Penelitian lain membuktikan, wanita yang mengalami gangguan gusi selama masa kehamilan, 7 kali lebih berisiko mengalami kelahiran prematur. Tak hanya prematur, bayi yang dilahirkan juga umumnya lebih kecil dari rata-rata.
Hal itu disebabkan ketika seseorang mengalami gangguan mulut, peradangan yang terjadi menyebab beberapa zat tertentu dilepaskan ke aliran darah sehingga bisa mempengaruhi berat tubuh bayi dan proses persalinan. Studi lain menyebutkan, membersihkan plak dan tartar secara teratur bisa mengurangi risiko persalinan prematur.
Penderita Leukimia umumnya memiliki gusi yang memerah, meradang, dan lembek. Nah, dengan membuka mulut lebar-lebar setidaknya anda bisa mengantisipasi beberapa gejala awal penyakit berbahaya. Tapi, jangan tarik kesimpulan sendiri. "Segera konsultasikan ke dokter jika mengalami gejala-gejala seperti tersebut di atas," ujarnya.
Kampanye Pencegahan
Melihat pentingnya kesehatan gigi dan mulut, mendorong PB PDGI bekerja sama dengan PT Pfizer Indonesia menggelar "Kampanye pencegahan dan perawatan kesehatan gigi dan mulut" di Indonesia. Upaya yang dilakukan, antara lain, program sekolah di DKI Jakarta , dental mobile unit program, semiloka dan workshop terkait dengan profesi kedokteran gigi, dan partisipasi pada Asia Pasific Dental Congress.
"Hasil Survei Rumah Tangga 2004 menyebutkan 39 persen penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Angka itu bukan merupakan angka yang dapat diabaikan karena telah terbukti bahwa penyakit gigi dan mulut dapat secara signifikan mempengaruhi produktivitas masyarakat. Karena itu, perlu dilakukan suatu kampanye yang terus menerus untuk menurunkan angka penderita penyakit gigi dan mulut," katanya.
Ada 4 anjuran pokok yang akan disampaikan kepada masyarakat, yaitu, pertama, sikat gigi 2 kali sehari dengan pasta gigi ber-flouride, terutama sesudah makan pagi dan sebelum tidur. Kedua, ganti sikat gigi 2-3 bulan sekali. Ketiga, kunjungi dokter gigi secara teratur minimal 2 kali setahu dan memiliki dental record. Keempat, kurangi makan makanan dan minuman yang mengandung gula.
Hasil studi morbiditas SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga)-Surkenas (survei Kesehatan Nasional) 2001 menunjukkan, dari 10 kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat, penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama (60 persen). Hasil surkenas 1998 menunjukan bahwa 62,4 persen penduduk merasa terganggu produktivitas kerja/sekolah karena sakit gigi, selama rata-rata 3,86 hari.
Secara umum penyakit gigi yang dikeluhkan masyarakat adalah karies gigi dan penyakit gusi. Hasil studi SKRT 2001, menyatakan, 52,3 persen penduduk usia 10 tahun ke atas mengalami karies gigi yang belum ditangani. Prevalensi karies umur 10 tahun ke atas adalah 71,2 persen, dengan catatan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada umur lebih tinggi, pada pendidikan lebih rendah, serta pada status ekonomi lebih rendah. Penduduk usia 10 tahun ke atas, 46 persen mengalami penyakit gusi, prevalensi semakin tinggi pada umur yang lebih tinggi.
Hal yang memprihatinkan dalam SKRT 2001 adalah motivasi untuk menambal gigi masih sangat rendah yaitu 4-5 persen, sementara besarnya kerusakan yang belum ditangani di mana memerlukan penambalan dan atau pencabutan mencapai 82,5 persen. Diketahui berdasarkan SKRT 2001, rata-rata 16 gigi dicabut pada umur 65 tahun ke atas.
Penyakit periodontal (radang jaringan pendukung gigi) merupakan penyakit gigi dan mulut lain yang banyak dikeluhkan (70 persen). Sementara 5 persennya dikategorikan lanjut yang dapat menyebabkan gigi goyang dan lepas, saat ini banyak ditemukan pada penduduk usia muda. Salah satu faktor penyebab penyakit ini adalah karang gigi yang dijumpai pada 46 persen penduduk.
Kondisi itu menggambarkan, pelayanan kesehatan gigi baru ditangani pada kondisi penyakit yang sudah dalam keadaan parah. Hal itu disebabkan, antara lain masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenai arti penting menjaga kesehatan gigi dan mulut, ketidaktahuan, mahalnya biaya. "Serta yang perlu diperhatikan oleh PDGI, adalah banyaknya dokter gigi yang cenderung pasif serta masih memberikan porsi yang besar pada tindakan kuratif," ujar Emmyr.
Hal lain yang menjadi perhatian PDGI adalah rasio dokter gigi terhadap penduduk yang masih rendah, yaitu 1:21.500, masih jauh dari rasio ideal yaitu 1:2000. Untuk itu, bersama Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia, PDGI mendorong terbentuknya Fakultas Kedokteran Gigi baru, terutama di Indonesia bagian barat, mengingat data Depkes menyatakan bahwa rasio dokter gigi terhadap puskesmas di Indonesia bagian barat lebih tinggi daripada bagian timur. Di provinsi Sumut misalnya, rasio dokter gigi terhadap puskesmas 0,82, bandingkan dengan NTT yang 0,27 atau bahkan Papua mencapai 0,21.
Dengan kondisi seperti itu, Emmyr menilai perlu didorong sikap kemandirian masyarakat, terutama tindakan preventif yang dapat dilakukan setiap individu, keluarga, serta lingkungan terkecil di masyarakat.
Sikap kemandirian itu perlu didorong terus-menerus melalui berbagi upaya dan kegiatan yang berkesinambungan. Namun, upaya itu tidak saja oleh pihak organisasi profesi tetapi akan lebih optimal jika melibatkan pihak-pihak lain yang mempunyai kompetensi dan kepentingan yang sama dalam hal peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut di Indonesia
Diposkan oleh Galih Gumelar Center di 10:53
Rabu, 03 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar Anda...